Ada Apa dengan Sengketa Hotel Sultan? Pontjo Sutowo vs Pengelola GBK

Ada Apa dengan Sengketa Hotel Sultan? Pontjo Sutowo vs Pengelola GBK

Berita Utama | BuddyKu | Selasa, 10 Oktober 2023 - 12:56
share

JAKARTA - Hotel Sultan yang dimiliki PT Indobuildco tengah bersengketa dengan Pusat Pengelola Kawasan Gelora Bung Karno (PPKGBK). Alasan pengambilalihan kawasan tersebut karena pemerintah memiliki rencana dalam pengembangan kawasan GBK.

PT Indobuildco pun menunjuk dua penasihat hukum atau pengacara yang salah satunya merupakan mantan pejabat di Pemerintah Pusat. Pertama ada Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2011-2014, Amir Syamsuddin. Kedua ada Mantan Pimpinan Mahkamah Konstitusi periode 2013 - 2015, Hamdan Zoelva.

Kemudian PPKGBK juga menunjuk dua kuasa hukum, pertama ada dari Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2007-2011, Chandra Hamzah. Kedua ada dari pengacara ulung Saor Siagian.

Jika mengutip dokumen-dokumen lama, Sengketa Hotel Sultan dimulai ketika terbitnya Surat Keputusan Kepala BPN No. 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989. SK tersebut yang menjadi dasar penerbitan HPL 1/Gelora.

Tapi sebelum sampai ke sana, perlu juga diketahui bagaimana PT Indobuildco bisa mendapatkan hak penggunaan lahan untuk pembangunan Hotel Sultan.

Pada tahun 1958 Indonesia ditetapkan sebagai penyelenggara Asian Games ke IV tahun 1962. Selanjutnya Pemerintah melalui Konando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) melakukan pembebasan tanah di kawasan GBK, termasuk lahan yang saat ini terbangun Hotel Sultan.

Kemudian pada tahun 1970 GBK mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks Asian Games. Berselang setahun, PT Indobuildco pada tahun 1971 juga mengajukan permohonan untuk pembangunan hotel Kepala Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

Ali Sadikin pun menyetujui permohonan PT Indobuildco, dengan kewajiban menyumbang conference hall, yang saat ini terbangun JCC Senayan, dan harus membayar royalti. PT Indobuildco menyetui persyaratan tersebut dan mulai membangun Hotel Sultan pada tahun 1971.

Berselang setahun, pada 1972 akhirnya Gubernur DKI Jakarta memberikan izin diterbitkannya HGB 20/Gelora yang dimiliki oleh PT Indobuildco. Baru kemudian pada tahun 1973 PT Indobuildco melakukan pemecahan terhadap HGB 20/Gelora menjadi HGB 26/Gelora dan 27/Gelora, dan diberikan izin selama 30 tahun dan selesai 2003.

Setelah 16 tahun berlalu, pada 15 Agustus 1989 barulah terbit SK Kepala BPN No. 169/HPL/BPN/89 yang menjadi dasar penerbitan HPL 1/Gelora diatas HGB yang sebelumnya sudah dikantongi PT Indobuildco.

Kuasa hukum PPKGBK, Chandra Hamzah menjelaskan dalam diktum ke enam SK Kspala BPN itu dijelaskan bahwa tanah-tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang haknya belum berakhir sebagaimana diuraikan dalam daftar Lampiran keputusan ini, baru akan termasuk dalam Hak Pengelolaan pada saat ini berakhirnya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Tersebut.

"PT indobuildco punya HGB, pertanyaannya apakah berdasarkan jual beli? Enggak. Apakah berdasarkan pembebasan tanah? Tidak. Apakah berdasarkan tindakan hukum lain sesuai UU? Enggak. Kecuali, indobuildco mendapatkan HGB berdasarkan izin penggunaan tanah yg diberikan oleh gubernur DKI pada saat itu, Ali Sadikin," ujar Chandra dalam konferensi pers di GBK dikutip Selasa (10/10/2023).

Oleh sebab itu, dikatakan Chandra berdasarkan SK Kepala BPN No. 169/HPL/BPN/89 diktum ke enam, maka HGB yang dimiliki oleh PPKGBK yang berakhir pada 2023 lalu (setelah mendapatkan perpanjangan 20 tahun sejak 2003) harus kembali ke menjadi Aset negara alias masuk menjadi HPL 1/Gelora.

Hal itulah akhirnya yang mendorong PPKGBK meminta PT Indobuildco melakukan pengosongan terhadap kawasan Hotel Sultan. Sebab saat ini dianggap sudah tidak lagi mempunyai hak untuk menguasai lahan tersebut.

Di sisi lain, Kuasa Hukum PPKGBK yang juga mantan Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan sebetulnya tidak bisa HPL diterbitkan di atas tanah yang sudah lebih dahulu mengantongi izin HGB di atas kawasan Hotel Sultan.

Jikapun harus dilakukan, maka Pemegang HPL harus membayarkan semacam ganti rugi terlebih dahulu kepada pemegang HGB. Mengingat diatasnya sudah terbangun properti hotel dan apartemen PT Indobuildco.

"HGB ini tidak di atas HPL, HGB terbit 1972, HPL terbit tahun 1989. Jadi HPL diatas HGB tidak boleh. Menurut UU pemegang HPL wajib menyelesaikan segala hak orang lain yang ada di atasnya," sambung Hamdan.

Hal itulah yang menurut Hamdan tidak pernah dilakukan PPKGBK maupun Kemensetneg kepada PT Indobuildco. Seperti membayar ganti rugi terlebih dahulu terhadap pemegang HGB sebelum diambil alih menjadi bagian dari HPL 1/Gelora.

"Ketentuan itu ada di SK HPL, mewajibkan Setneg untuk menyelesaikan segala hak orang lain yang ada diatasnya. Tapi tidak pernah dilakukan terhadap PT Indobuildco, tidak ada," lanjut Hamdan.

Terkait permintaan pengosongan lahan dari PPKGBK, Hamdan menilai hingga saat ini tidak ada perintah pengadilan yang mewajibkan PT Indobuildco untuk melakukan pengosongan lahan diatas kawasan Hotel Sultan.

"Jadi ketika pengosongan terjadi, itu adalah tindakan main hakim sendiri. Boleh mengosongkan apabila ada penetapan pengadilan, memerinntahkan PT Indobuildco untuk keluar, tapi ini tidak ada (purintah pengadilan)," pungkas Hamdan.

Adapun hingga saat ini Hotel Sultan masih beroperasi seperti layaknya hotel pada umumnya. Meskipun sudah ada spanduk yang dipasang oleh PPKGBK berisi informasi bahwa diatas lahan hotel sultan merupakan aset milik negara.

Topik Menarik