Apakah Ada Keterlibatan Agen Khusus CIA dengan Peristiwa G30SPKI?
JAKARTA - Peristiwa G30S/PKI menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Enam jenderal dan perwira TNI AD menjadi korban dalam kejadian yang didalangi PKI itu.
Di sisi lain, simpatisan PKI menjadi korban pembunuhan massal. Peristiwa ini menjadi akhir dari kekuasaan Soekarno sebagai presiden.
Dalam perjalanannya, ada sejumlah isu mengenai kemungkinan yang menyeruak dalam kejadian G30S/PKI ini. Itu termasuk dugaan adanya keterlibatan agen rahasia Amerika Serikat (AS) dalam peristiwa tersebut.
Diketahui, sebelum meletusnya kejadian itu, Presiden Soekarno dekat dengan kubu komunis. PKI pun juga menjelma menjadi kekuatan politik di Tanah Air.
Sementara itu, keberadaan isu Dewan Jenderal juga menyeruak. Kubu PKI menuding Dewan Jenderal sebagai sekumpulan perwira tinggi Angkatan darat yang tidak loyal kepada pemerintahan Soekarno atau Bung Karno. Bahkan secara serius PKI menuding Dewan Jenderal tengah menyiapkan kup atau kudeta.
Sejak pernyataan Presiden Soekarno itu, beredar desas-desus di Jakarta mengenai adanya Dewan Jenderal yang anggotanya terdiri atas sejumlah perwira tinggi AD yang tidak loyal kepada Bung Karno, demikian dikutip dari buku Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar.
Dalam waktu cepat desas-desus tentang adanya Dewan Jenderal yang tidak loyal kepada Bung Karno, meluas. Rumor yang tidak diketahui ujung pangkalnya itu dikaitkan dengan dengan isu penemuan dokumen Gilchrist.
Gilchrist adalah Dubes Inggris di Jakarta yang menulis surat kepada Sekretaris Muda Kementerian Luar Negeri Inggris Sir Harold Cassia.
Dalam dokumen yang ditemukan pada 25 Maret 1965 itu dikatakan adanya sekelompok perwira AD yang akan membantu pasukan Inggris dan Amerika Serikat yang berencana menyerbu Indonesia.
Beberapa jenderal yang didesas-desuskan tidak loyal kepada Bung Karno itu yang juga diisukan menjalin kerja sama dengan pihak asing.
Sementara itu, menurut analisis CIA yang telah diterbitkan tentang G30S, sejak Januari 1965, Kelompok Pemikir Jenderal AD yang terdiri atas Jenderal Suprapto, Jenderal Harjono, Jenderal Parman, dan Jenderal Sukendro sering membuat pertemuan rutin dan rahasia untuk merundingkan situasi terburuk yang akan terjadi dan tugas AD. Pimpinan kelompok ini adalah A Yani.
Kelompok rahasia Yani ini bocor ke telinga Soekarno. Yani pun dipanggil ke Istana Negara untuk dimintai keterangan, pada 22 Mei 1965.
Kepada Soekarno, Yani memaparkan apa yang didengarnya sebagai Dewan Jenderal. Menurut Yani, banyak orang telah salah kaprah dalam menyebut Dewan Jenderal yang sebenarnya adalah dewan kenaikan pangkat di kalangan perwira tinggi AD, Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti).
Namun, Duta Besar AD Howard Jones menyebut, diskusi Kelompok Yani yang dilangsungan antara tahun 1965 adalah untuk menyusun rencana khusus mengambil alih pemerintahan pada saat Soekarno turun panggung.
Hal ini dilaporkan informan AS yang ikut dalam rapat dengan Jenderal Parman yang merupakan anggota dari kelompok rahasia Yani. Untuk memastikan informasi yang didengarnya dan mengetahui sejauh mana kebenaran hubungan Indonesia-AS, pada April 1965, Diplomat AS Ellsworth Bunker diutus Pentagon ke Jakarta.
Dalam pandangan Bunker yang menyeluruh, dilaporkan sangat sulit untuk menghadapi Soekarno secara terbuka dan terang-terangan, karena harapan rakyat yang besar terhadapnya.
"Tidak perlu disangsikan kesetiaan rakyat yang tidak bisa diserang itu. Bangsa Indonesia dalam sangat mengharapkan kepemimpinan darinya, mempercayai kepemimpinannya, dan bersedia mengikutinya," tulis Bunker kepada Presiden Johnson.
Dalam laporannya itu, dia melanjutkan, tidak ada kekuatan di Tanah Air yang bisa menyerangnya, tidak pula ada bukti bahwa suatu kelompok penting ingin berbuat demikian.
Assistant Professor di Departemen Sejarah University of British Columbia, Vancouver, Kanada, John Roosa melihat, cukup beralasan ketika dibutuhkan dalih untuk menghancurkan PKI dengan cara hendak menyelamatkan Soekarno, dan AD harus tampil sebagai penyelamat itu, bukan sebagai penggali liang kubur bagi dirinya sendiri.
Saat terjadi Gerakan September Tiga Puluh atau Gestapu, skenario lama AS dan CIA, serta AD, akhirnya mendapatkan momennya yang tepat. Apalagi, dalam peristiwa itu AD jadi memiliki dalih untuk menghancurkan PKI dan menggulingkan Soekarno.
Skenario dibuat dalam beberapa tahapan sesuai dengan laporan Bunker, AD harus berperan seolah-olah menyelamatkan Soekarno dan menuding PKI melakukan kup, lalu melancarkan represi besar-besaran terhadap PKI di seluruh negeri, dan tetap mempertahankan Soekarno sebagai Presiden boneka, serta membangun pemerintahan baru yang dikuasai oleh AD.
Lima hari setelah terjadinya Gestapu, yakni 5 Oktober 1965, para jenderal sayap kanan AD telah berkumpul dan sepakat untuk menghancurkan PKI dan menjalankan skenario yang telah lama direncanakan. Di Jawa Tengah, AD mempersenjatai sukarelawan pemuda Muslim untuk berhadap-hadapan dengan PKI.
Untuk mempermudah jalinan komunikasi dalam pembunuhan terhadap anggota dan simpatisan PKI, AS mengirimkan perangkat radio lapangan (mobile radio) yang sangat canggih dari Pangkalan Udara Clark di Filipina ke markas besar Kostrad. Melalui radio itulah, AS memantau gerakan AD dalam membasmi komunis di Indonesia. Hal ini diungkap wartawan Kathy Kadane yang mewawancarai para pejabat tinggi AS diakhir 1980 yang menyatakan AS memantau gerakan AD melalui radio itu.
AD dan CIA juga mengucurkan uang dalam jumlah besar untuk pendirian kelompok sipil oleh AD yang disebut dengan Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September (Kap-Gestapu) dan mengerahkan aksi-aksi demonstrasi mahasiswa. Pada awal Desember 1965, Dubes AS Green memerintahkan untuk mengucurkan dana Rp50 juta rupiah kepada Wakil Kap Gestapu Adam Malik.
Hal itu sebagaimana terungkap dalam telegram yang dipublikasikan oleh The National Security Archive. Dalam dokumen itu disebutkan sokongan dana dari Green kepada Adam Malik, yang akan dipergunakan untuk memerangi PKI.
Sumber Tulisan:
Bradley R Simpson, Economists with Guns, Amerika Serikat, CIA, dan Munculnya Pembangunan Otoriter Rezim Orde Baru, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2010.
Pater Dale Scott, kaAmeri Serikat dan Penggulingan Soekarno 1965-1967, Vision 03, Cetakan Kedua September 2003.
John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto, Hasta Mitra, Jakarta 2008.










