Menggagas Fikih Siyasah Indonesia 83 Jihad Para Nabi Diplomasi 2
Banyak contoh yang bisa ditujukkan, antara lain Diplomasi Hudaibiyyah yang terkenal itu. Rasulullah lebih menonjol sebagai diplomat ketimbang seorang jenderal perang, meskipun semasa di Madinah, beliau disuguhi sejumlah peperangan dan beberapa kali di antaranya ia memimpin langsung peperangan itu. Rasulullah dalam perjanjian ini sangat tidak populis. Bahkan sahabat terdekatnya seperti Umar tidak mau menuliskan perjanjian itu, karena bukan hanya tidak tetapi juga melecehkan symbol-simbol aqidah.
Sepintas memang perjanjian ini tidak adil dan melanggar rambu-rambu aqidah, berupa pencoretan kalimat Rasulullah tadi, namun Rasulullah tetap menganggap itu batas maksimum yang dapat dilakukan, terutama untuk mengatasi jumlah korban jiwa akibat peperangan. Rasulullah tahu apa akibat yang akan dialami umat Islam jika tidak dilakukan gencatan senjata. Ia juga tahu langkah-langkah lebih lanjut yang akan dilakukan. Para sahabat belum tahu apa arti kebijakan Rasulullah itu. Seandainya saja Rasulullah hanya sebagai pemimpin Arab biasa, bukan Nabi, maka sudah pasti ia tidak akan mendapat dukungan kelompoknya. Akan tetapi para sahabatnya tahu, bahwa Rasulullah di samping seorang cerdas juga ia seorang Nabi.
Belakangan, apa yang ditetapkan Rasulullah ternyata benar. Sekiranya para pelintas batas kaum kafir Quraisy harus ditahan di Madinah maka sudah barang tentu akan memberikan beban ekonomi tambahan bagi masyarakat Madinah yang sudah kebanjiran pengunsi dari Meca. Sebaliknya kalau para pelintas batas dari Madinah ditahan di Mekkah dibiarkan, karena pasiti mereka itu para kader dan dapat melakukan uapay politik pecah-belah di antara suku-suku yang ada di dalam masyarakat Quraish. Pada saat bersamaan, Rasulullah terus menggalang pengaruh dengan kabilah-kabilah pinggiran dan karena kepiawaiannya, maka Rasulullah berhasil memukai sejumlah kabilah-kabilah kecil dan bersatu di bawah kekuatan Rasulullah.
Kabilah-kabilah yang tadinya terpecah belah di kawasan Yatsrib (Madinah), Rasulullah berhasil disatukannya, terutama dua suku besar yaitu suku Aus dan suku Khazraj. Akhirnya kekuatan umat Islam yang juga didukung oleh umat Agama lain semakin besar. Pada saat bersamaan, diplomasi publik dan diplomasi internasional Rasulullah jalan terus, melampaui batas-batas geografis Arab, termasuk menjali kerjasama dengan negara adidaya Romawi Bizantium di Barat dan Persia di Timur.