Sri Mulyani Tetap Yakin Ekonomi RI Tumbuh di Atas 5%
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku masih yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat dan di atas 5% pada tahun ini.
Adapun kisaran proyeksi pertumbuhannya di 5,0%-5,3% dan pemerintah optimis target tersebut bisa tercapai.
"Itu masih relatively bisa dijaga. Tak hanya itu, proyeksi dari berbagai lembaga dunia juga menunjukkan hal itu," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA secara virtual di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Dia menyebut, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0% di 2023 dan 5,1% di 2024. World Bank memproyeksikannya di 4,9% di 2023 dan 4,9% di 2024.
"Bloomberg consensus memproyeksikan di 4,9% untum 2023 dan 5,0% di 2024, sementara OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,7% di 2023 dan 5,1% di 2024," tambah Sri.
Proyeksi lembaga dunia tersebut menandakan bahwa adanya lingkungan global yang mungkin akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Namun dari sisi exercise, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup robust sekitar 5%.
"Pertumbuhan konsumsi diperkirakan stabil terutama menjelang masa liburan dan kampanye Pemilu 2024. Inflasi juga terus melandai, mendorong perbaikan daya beli, dan net ekspor akan mendorong pertumbuhan," pungkas Sri.
Selain itu, kata Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai salah satu pertumbuhan ekonomi terkuat.
"Kita termasuk negara dengan pertumbuhan terkuat dan persistensi yang tinggi. Kita terus menerus mempertahankan pertumbuhan di atas 5% selama 6 kuartal terakhir," ucapnya.
Di negara lain, kata Sri Mulyani, mungkin pertumbuhannya sempat bagus, namun mengalami kemerosotan pada tahun ini.
"Kita lihat banyak negara yang sudah tidak mampu bertahan di dalam tekanan perlemahan dan gejolak ekonomi dunia," ujar Sri.
Sri menyebut, jika dilihat dari sisi PMI manufaktor global, ini mengonfirmasi bahwa dunia masih di dalam era kontraksi dalam aktivitas manufaktur.
Negara yang masih dalam posisi ekspansif dan meningkat hanya 24%, di antaranya adalah India, Filipina, Rusia, Jepang, dan China.
"Sedangkan negara-negara yang berada dalam zona ekspansi di atas 50 hanya 14%, ini termasuk Indonesia, Thailand, dan Meksiko," tambahnya.
Sementara itu, dia menyebutkan bahwa mayoritas negara atau sebanyak 62% mengalami PMI manufaktur yang terkontraksi.
"Ini memang menggambarkan kondisi ekonomi keseluruhan dan pertumbuhan ekonomi global, termasuk perdagangan global yang masih menunjukkan perlemahan," pungkas Sri.