Calon Pengantin Gagal Nikah, Keduanya Tewas di Tragedi Kanjuruhan

Calon Pengantin Gagal Nikah, Keduanya Tewas di Tragedi Kanjuruhan

Berita Utama | jawapos | Rabu, 5 Oktober 2022 - 14:50
share

JawaPos.com Tabungan pernikahan siap. Undangan siap disebar. Namun El dan Nafisa terlebih dahulu diikat malaikat.

Keduanya meninggal dalam tragedi Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10). Rencananya, Nafisatul Mukhoyaroh, 24, bakal dinikahi El Visually Constantino Dafretes Fernandez, 23, tahun depan.Undangan lamaran bahkan sudah disiapkan bulan ini. Acara pernikahan itu bakal digelar tahun depan.

Mas El meninggal waktu menyelamatkan Mbak Nana (panggilan Nafisa) yang jatuh di Gate 13. Keduanya meninggal terinjak-injak, tutur Reno Emiliano Butragueno Declass, adik El yang selamat dalam tragedi itu.

Saat ditemui tim JawaPos.com di kediamannya, Rabu (5/10), Reno masih berkabung. Tubuhnya yang tinggi mengenakan jersey Arema. Dia duduk di samping kami dengan rikuh. Beberapa kali suaranya bergetar.

Pas abis nonton, aku lihat sendiri nggak ada kerusuhan. Cuma ada penonton yang meluk Ahmad (Kapten Arema, Ahmad Alfarizi). Terus polisi ngira itu mau ngajak geger (bertengkar), tutur Reno.

Petugas keamanan langsung menyerbu suporter yang turun ke lapangan. Tindakan anarkis terjadi di depan mata Reno. Suporter Arema yang berupaya menyelamatkan diri dari serbuan aparat itu dipukul. Beberapa di antaranya ditendang.

Kami stay di tribun. Takut turun ke lapangan, ujar Reno.

Namun jiwa Suporter Arema El terpanggil. El tak kuasa melihat saudara suporternya menjadi korban pemukulan. El memaksa turun.

Aku wes ngomong ojok mudun iku ricuh. Mbak Nana bilang, iku masmu tahanen ojok Sampek mudun . Mbak Nana keweden, Dee nyingit Nang mburiku (aku sudah bilang jangan turun, itu ricuh. Mbak Nana bilang, itu kakak mu ditahan. Jangan sampai turun. Dia (Mbak Nana) bersembunyi di belakangku, cerita Reno dengan mata berkaca-kaca.

Untuk bercerita berikutnya, Reno harus menghela napas panjang.

Tiba-tiba gas air mata dilempar. Sesak. Dadaku sakit. Orang-orang panik. Gae napas ae angel (buat napas saja susah), ucap Reno.

Reno dan bersama El dan Nana tak juga keluar. Ketiganya memberi jalan bagi seorang ibu yang menggendong anak. Ketiganya menyilakan orang lain untuk segera keluar.

Di tribunku banyak yang mau keluar. Banyak ibu dan anak-anak. Di belakangku ada anak kecil. Ibunya gendong sambil nangis . Sesak napas. Kacau. Aku ingat samar-samar karena dadaku sudah panas, ungkap Reno.

Gas air mata sungguh luar biasa dampaknya. Rasanya seolah menghirup bubuk cabai. Setiap tarikan napasnya terasa panas. Kepala seperti mendidih. Mata terasa kering dan seolah melepuh.

Orang-orang berebut keluar. Di tribun orang-orang sudah jatuh bergelimpangan. Wes gak onok rupone (sudah nggak ada bentuknya), ujar Reno.

Saat itulah batin Reno bergejolak. Dengan sisa-sisa kekuatannya, dia melihat berkeliling. Reno yakin bahwa pintu keluar terdekat, Gate 13, tidak bisa menjadi jalan keluar.

Tak tarik Masku. Aku mbengok dan ngomong, gak isok Iki metu kene , Mas. Munggah sek ! (Aku menarik tubuh Masku, aku teriak dan bicara, nggak bisa kita keluar di sini, Mas. Kita naik-ke atas tribun, dulu!), kata Reno.

Namun kondisi Nana yang makin lemah membuat El menolak permintaan Reno. Kaki Nana lemas. Napasnya tersendat-sendat. Matanya merah.

Mbak Nana nggak kuat. Mas El gendong Mbak Nana. Aku berdiri di belakang Mas yang lagi gendong Mbak Nana. Kami jalan bermaksud menjauh dari Gate 13. Tapi sudah penuh sesak, ijar Reno.

Ketiganya masih berupaya untuk keluar. Menurut ingatan Reno, ukuran Gate 13 cukup kecil untuk dilalui ratusan orang. Yang mau keluar banyak. Kami nggak bisa gerak. Lama banget aku kegencet dan terimpit. Mas masih gendong Mbak Nana. Kondisinya makin lemah, terang Reno.

Di tengah kondisi itu, Reno melihat sendiri bagaimana orang-orang kehilangan nyawa. Sesak napas, terimpit, terinjak, iritasi mata, semua bercampur menjadi satu.

Pintu keluar sudah di depan mata. Tapi aku masih di atas (di bibir pintu tribun). Tangganya menurun. Aku kepisah (terpisah) sama Mas dan Mbak. Kondisi Mbak makin buruk. Mas buru-buru keluar supaya dapat bantuan, ujar Reno.

Saat itulah rombongan suporter saling dorong. Nana yang ada dalam gendongan El terjatuh.

Reno mengambil napas sejenak.

Mbak Nana jatuh. Mas El ndodok (jongkok), mau ambil Mbak Nana biar gak terinjak-injak, kata Reno.

Itulah pertemuan terakhir Reno dengan kakak laki-laki dan calon kakak iparnya. Selama satu jam, Reno bertahan dalam kondisi terimpit. Dia bahkan baru menyadari bahwa di bawahnya, seorang suporter lain dalam kondisi yang jauh lebih buruk.

Suporter yang tak dikenali Reno itu terimpit. Namun kondisinya jauh lebih buruk karena terinjak-injak ratusan orang lain yang ingin menyelamatkan diri.

Aku ndiluk (menunduk) dan kaget ternyata onok wong nang ngisorku. Dee ngomong, mas tulungono aku poo mas (ada orang di bawahku. Dia bilang, mas tolong aku mas), ucap Reno.

Reno lagi-lagi menghela napas panjang. Dia meminta maaf pada pria itu. Aku njaluk sepuro. Aku ngomong, aku yo nggoleki masku (aku minta maaf. Aku bilang kalau aku juga mencari kakakku). Terus ada anggota TNI masuk ke lobi pintu keluar itu. Dia teriak. Minta suporter yang ada di belakang (pintu tribun) mundur, ujar Reno.

Saat itulah, dia berteriak dan meminta pertolongan. Kemudian petugas TNI menarik tubuhnya. Aku sudah nggak terimpit lagi. Jadi aku keluar. Aku pikir mbak dan mas sudah selamat. Makanya aku cari, kata Reno.

Tujuan pertama adalah lobi utama. Di sana, sudah banyak tubuh yang ditata di ruangan. Dia kemudian berpindah ke ruang ganti pemain. Pemandangannya sama.

Aku mikir nggak mungkin mas dan mbak kenapa-napa. Soalnya tadi aku lihat mereka sudah duluan (keluar). Jadi aku duduk sampai dijemput sama Mbak Putri (kakak sulung), ujar Reno.

Reno pulang. Berganti dengan Putri Resmalinda, kakak pertama dari El dan Reno. Bersama suaminya, dia mencari keberadaan adiknya, El.

Pertama aku yakin kalau El dan Nana masih menyelamatkan orang-orang lain. Mereka berdua suporter Arema yang cukup dekat dengan suporter lain, cerita Putri.

Pencarian pertamanya di Polres Malang. Selama hampir 3 jam, dia menunggu dengan ketidakpastian. Polres Malang menjadi tujuan karena dia mendengar ada 10 orang yang diamankan polisi.

Aku feeling kalau ini adikku, El dan Nana. Soalnya mereka banyak bantuin suporter lain. Aku tunggu. Aku bilang ke petugas. Aku cari adekku . Dia minta aku nunggu . Ternyata 3 jam nunggu , mereka bilang kalau nggak ada yang namanya El dan Nana, papar Putri.

Pencarian lalu dilanjutkan ke RSUD Kanjuruhan. Langsung ke IGD. Namun Emosi Putri meledak ketika perawat memintanya untuk langsung ke ruang jenazah. Di sana, ada 10 jenazah tanpa identitas.

Aku telepon ibuku dan ibunya Nana. Ternyata KTP mereka ada di rumah. Pikiranku kalut. Aku pengen memastikan adikku di mana. Aku bilang ke petugas aku mau lihat yang ada di dalam, kata Putri.

Permintaannya ditolak. Putri diminta menunggu lagi. Hampir 2 jam, dia dan suami menunggu dalam keadaan kalut. Saat itu suami biang, kita pindah ke Wava (Rumah Sakit). Aku bilang nggak mau. Aku mau nunggu di sini dulu, ujar Putri ngotot.

Tak lama kemudian, petugas keluar. Mereka membawa foto jenazah. Dari kejauhan, Putri bisa melihat dengan jelas jenazah adiknya.

Putri mengambil napas panjang. Air mata berderai. Saat itulah dia mengetahui adiknya telah tiada.

Adikku pakai baju doreng biru putih, Jersey Arema yang selalu dipakainya sejak bertahun-tahun lalu. Baju itu selalu dipakai. Dan saat aku lihat, itu benar-benar El, adikku, ujar Putri.

Di foto, El tampak tenang seperti sedang tidur. Nggak ada luka. Di atas foto El, ada foto Nana. Wajahnya tampak bengkak dan ada warna hijau di bagian dagu. Adik-adikku yang mau menikah, astaghfirullah, sudah berpulang, sambung Putri.

Dunia Putri serasa berhenti. Tapi Putri sadar meski hidupnya seolah berakhir di menit itu, kehidupan lain masih berputar, masih berjalan seperti semestinya.

Dia lalu menguatkan diri. Putri menghubungi ibunya dan ibu Nana untuk membawa jenazah pulang kembali ke rumah.

Tabungan mereka sudah siap. Mereka sudah bikin pos keuangan untuk anggaran pasca menikah. Bahkan mereka sudah buat anggaran khusus buat keluarga, buat anak-anakku. Lamaran bulan depan, menikah tahun depan. Semua sudah siap. Ternyata mereka lebih disayang Tuhan, ucap Putri.

Atas tragedi Kanjuruhan itu, dia minta tak hanya Kapolres Malang yang dicopot. Investigasi bukan hanya untuk mengusut tuntas. Tapi untuk keadilan dan kebenaran.

Ratusan nyawa melayang. Pertanggungjawaban harus setimpal, ujar Putri.

Topik Menarik