Duh! Manusia di Bumi Bakal Kekurangan Air Bersih hingga 56 Persen, Kok Bisa?

Duh! Manusia di Bumi Bakal Kekurangan Air Bersih hingga 56 Persen, Kok Bisa?

Ekonomi | inews | Kamis, 28 Maret 2024 - 13:20
share

JAKARTA, iNews.id - The World Resources Institute (WRI) memperkirakan dunia akan mengalami kekurangan air bersih hingga 56 persen pada 2030. Hal itu bisa terjadi jika manusia menggunakan air secara berlebihan.

Menurut Presiden Direktur Ecolab Indonesia, Evan Jayawiyanto saat ini penggunaan air telah mengalami peningkatan karena sektor industri. Bahkan, diperkirakan akan meningkat lima kali lipat dalam beberapa tahun mendatang.

"Air digunakan secara masif dalam semua industri dari hulu ke hilir, karena penggunaan air dalam industri merupakan penggerak utama yang signifikan dari proses produksi, pendinginan, pembersihan, hingga reaksi kimia, ujar Evan dikutip iNews.id, Kamis (28/3/2024)

Dia mencontohkan, penggunaan air untuk pembuatan ponsel pintar atau smartphone rata-rata mencapai 3.400 galon. Sedangkan pusat data atau data center mengonsumsi sampai 79,2 miliar galon per tahun.

Bagi Ecolab, air merupakan sumber daya strategis yang mendorong pertumbuhan dan profitabilitas bagi para pelanggan mereka. Apabila efisiensi terhadap air dilakukan lebih baik, risiko bisnis akan menjadi lebih rendah, biaya operasional lebih rendah, dan menghasilkan produk yang lebih baik.

"Namun, terkadang air dianggap kurang berharga, artinya secara kualitas, kuantitas dan akses dianggap mudah didapatkan, padahal apabila dikelola dengan bijak dapat memberikan dampak yang sangat besar terkait operasional dan pertumbuhan bisnis," ucap Evan.

Menurutnya, situasi itu jelas mendesak para penggiat bisnis untuk memikir ulang cara mengelola sumber airnya. Berdasarkan studi Ecolab bertajuk Global Water Assessment Tracker yang dirilis pada 31 Maret 2023, masyarakat Indonesia memiliki kepedulian yang tinggi untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mewujudkan ekonomi yang lebih baik dengan menjaga pasokan air bersih serta meningkatkan akses terhadap air bersih.

Indonesia menjadi negara kedua tertinggi setelah Australia yang peduli terhadap isu air bersih, kekeringan, dan akses terhadap air bersih. Studi Ecolab mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan perilaku pembelian tertinggi atau 82 persen untuk mendukung praktik bisnis yang lebih berkesinambungan, disusul oleh Australia 49 persen dan Jepang 33 persen.

Evan mengatakan, perencanaan yang matang dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan diperlukan untuk menyelaraskan hubungan keberlanjutan air bersih dengan pembangunan.

"Tanpa pengelolaan air yang lebih baik, pertumbuhan penduduk, pembangunan ekonomi, dan perubahan iklim akan memperburuk kekurangan air," katanya.

Di seluruh dunia, kebutuhan air justru melebihi ketersediaan air. Secara global, permintaan meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1960. Ecolab melihat bahwa peningkatan kebutuhan air sering kali disebabkan oleh pertumbuhan populasi dan industri, seperti pertanian beririgasi, peternakan, produksi energi, dan manufaktur.

Sementara itu, kurangnya investasi pada infrastruktur air dan kesadaran terkait water stress, kebijakan penggunaan air yang tidak berkelanjutan, atau meningkatnya variabilitas akibat perubahan iklim dapat mempengaruhi ketersediaan pasokan air.

Tanpa intervensi, seperti investasi pada infrastruktur air dan tata kelola air yang lebih baik, kekurangan air akan terus bertambah buruk, terutama di negara-negara dengan pertumbuhan populasi dan perekonomian yang pesat.

Topik Menarik